Ulasan Film Bumi Manusia
Judul Film: Bumi Manusia
Sutradara: Hanung Bramantyo
Penulis: Salman Aristo
Tayang: 15 Agustus 2019
Adaptasi Buku: Pramoedya Ananta Toer
Pemain: Iqbaal Ramadhan, Mawar de Jongh, Sha Ine Febriyanti, Ayu Laksmi, Edward Suhadi
Durasi: 181 Menit
Perusahaan Produksi: Falcon
Minke, anak muda yang dipenuhi mimpi dan ambisi, berjalan-jalan ke Surabaya. Saat itu pria Jawa berparas kurus ini tengah menempuh sekolah di HBS. Di sekolah itu Minke dengan nama panjang Tirto Adhi Soerjo banyak berinteraksi dengan siswa berkebangsaan Eropa, Belanda dan priyayi seperti dirinya.
Semangat Minke untuk menegakkan keadilan dan melawan penindasan terhadap bangsanya kian hari kian membesar. Walau akan ada masa Minke merasa gamang dengan posisinya, apalagi setelah bertemu gadis blasteran bernama Annelies dan ibunya, Ontosoroh.
Minke banyak menulis protesnya di media lokal dengan nama samaran Max Tollenaar. Di kemudian hari Minke dikenal menjadi tokoh kebangkitan pers nasional.
Film ini berlatar tahun 1918 tepatnya saat pendudukan kolonial Belanda di Indonesia. Bumi Manusia diadaptasi dari novel terkenal karya Pramoedya Ananta Toer.
Untuk kamu yang terlebih dahulu membaca bukunya, pasti melihat perbedaan di filmnya. Di buku, Bumi Manusia banyak sekali menyoroti pergolakan dan kesenjangan yang terjadi di masa itu. Sedangkan di film, Bumi Manusia sebagian besar berkisah tentang romansa bumiputera dengan nona muda Belanda di masa kolonial.
Terlepas dari itu, aku bisa menikmati jalan cerita film berdurasi 3 jam ini. Sutradara kawakan, Hanung Bramantyo dan penulis senior, Mas Salman Aristo meracik cerita Minke dengan baik.
Sssttt latar tempatnya, terkhusus rumah Annelies, cantik dan tampak mewakili masa itu.
Medan, Agustus 2024
Yaaah...udah semangat awak bacanya. Kukira bakal ada spoilernya😅
BalasHapusBerhubung udah bertahun2 gak pernah nonton film dalam negeri lagi, jadi pas baca nama pemainnya gak ada yg kenal, cuma tahu sutradaranya doang😁
Aku penyuka karya Pram yang romantis dan idealis, aku menggambarkan Minke dengan wajah Nicholas Saputra, beda sekali dengan karakter wajah Iqbal yang sudah sangat pas sebagai Dilan, mungkin karena faktor usia ya. Tapi apapun itu, rasanya memang berbeda buku dan filmnya ya kak. Aku belum nonton semua, baru liat trailernya.
BalasHapusMemang bagiku paling bener nonton filmnya dulu baru baca novelnya, ya. Sebab ya itu seringnya di film banyak pengurangannya. Mungkin karena durasi juga kali ya. Apalagi kalau novelnya tebel, dijadikan film yang cuma 2jam. Itupun udah lama yaa flm durasi 2 jam
BalasHapusPinjemlah novelnya.
BalasHapusdulu nonton film nya duluan karena novelnya ketebalan wkwkwk. untuk ku yang awam masih bisa dinikmati, apalagi paduan 3 bahasa berbeda. gak terasa waktu sudah tengah malam, tapi berasa nanggung berharap ada film keduanya.
BalasHapusFilm yang bikin trust issues sama adaptasi novel. Kebanyakan cinta-cintaannya sampe pas nonton mikirnya, ini apa aku aja yang salah tangkap pas baca novelnya ya, kayaknya enggak gini-gini kali perasaan.
BalasHapusJujurly blm baca novel nya, tapi nama pram sdah cukup famous ya. Visualisasi dari novel ke film mmg byk plus minus nya. Tapi sekilas baca komen-komen diatas byk yg krg suka. Tapi dewi tu penikmat film indonesia, ketimbang sinetron ya kan. Bisa nih, msuk di list film.
BalasHapusBelum kesempatan baca buku dan atau nonton filmnya, tapi dari review yang berseliweran katanya lebih oke baca bukunya. Nanti kapan-kapan mau baca juga, ah.
BalasHapusUdah lama kali gak baca novel berlatar masa penjajahan kolonial belanda.
BalasHapusSeriously film-nya 3 jam? Aku mengurungkan niat untuk menontonnya karena durasi. lol
BalasHapusWah filmnya sampai 3 jam, lumayan lama juga ya kak. Apa novelnya tebal kak? Makanya filmnya pun panjang.
BalasHapusUdah lama kali rasanya gak baca novel yang di filmkan. Aku tim lebih suka baca novel dulu baru nonton filmnya. Karena cerita di nove kadang gak semuanya sama dengan di film.
3 jam, Kak? Mantul. Biasanya durasi waktu film Indonesia itu nggak lebih dari 2 jam. Ya, kan?
BalasHapusBaru mulai baca bukunya, wah ternyata ada filmnya ya?
BalasHapusMemang kadang kalo film adapatasi itu gak ngambil semua bagian dari buku, tapi agak sayang juga ya kalo yg diangkat cuma hal romansa, kayak rohnya gak utuh