Postingan

Menampilkan postingan dengan label Fiksi Mini

LANTAM

Gambar
“Loh, tempe lagi laukmu hari ini, Kak?” tanya Mak Tina, tetanggaku. Pagi ini kami tak sengaja bertemu di kedai penjual sayur dan ikan , Along-Along. “Oh, iya, Mak Tin cuma tambahan ikan terinya ini.” “Oh, terusnya kutengok tempe lauk, kakak. Kalau pun ganti menu paling beli tahu, telor sama udang kecepe. Iya, kan, Bang Along?” Bang Along-Along tak menjawab karena melayani pembeli yang lain. Padahal hari masih pagi tapi lantam mulutnya sudah menembus langit , pikirku kesal. “Kepingin sih ganti lauk, Mak Tin tapi cemana uangku sejuta pun masih samamu. Pulangkan lah biar makan enak aku.” “Ih, parah kali kakak ini mesti semua orang tahu kalau aku berutang,” katanya bersungut-sungut. Keterangan: Lantam: nyinyir Medan, 19 April 2021. Penulis: Maria Julie Simbolon #FiksiMini #30HariBlogBer7 #BloggerMedan @Blogger_Medan

Jelantah

Gambar
  “Bang, minggu depan waktunya anak-anak kita bayar uang sekolah. Sudah ada uang kita, kan?” tanyaku hati-hati. Aku mendekati Bang Ara yang sedang asyik bermain ponsel. “Uang kita? Dari mana jalannya uangku jadi uang kita? Kerjamu pun tak ada. Cuma di rumahnya kau tidur-tidur. Aku yang capek kerja. Siapkan dulu makanan lapar aku!” perintahnya bagai titah raja. “Lagian sok-sokan kau membuat anak kita ke sekolah swasta. Jadi susah aku karena perilaku sok kayamu!” Repetannya belum juga berhenti. Aku diam saja. Kuteruskan menggoreng telur dadar untuk makan malam kami. Bang Ara melongok isi wajan. “Telor lagi lauk kita?” tanyanya bernada tinggi. “Setiap bulan kukasih kau 500 ribu. Kemana semua itu? Kau pakai foya-foya, ya?” Aku mengunci mulut masih berusaha menahan amarah. Kuletakkan telur dadar ke atas piring. “Lihatlah, Nei. Kek mana awak mau selera samamu. Tiap hari pakai daster. Bermake up pun kau tak pernah. Poleslah sikit!” Aku masih diam. Kusendokkan nasi untuknya. ...

Cerpen: Nila

Gambar
Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Aku bosan sekali. Semua sudah kulakukan. Main ponsel sudah. Membersihkan meja jualan sudah. Mengecek persediaan ikan-ikan untuk besok sudah. Menghitung hasil jualan juga sudah. Kuketuk-ketuk telapak tangan dengan jari telunjuk. Lama-lama kubentuk pola membulat. Saking gabutnya Aku, pikirku. Membulat. Membulat. Membulat. Lama –lama aku mengantuk. Kusandarkan tubuh sejenak di tembok kios. Telinga kupasang tajam, siapa tahu ada pembeli. Aku membuka mata dan sudah di dalam bak. Aku sadar ini mimpi. Tangan eh sudah berganti sirip. Rupaku ikan mas sekarang. Aku berenang-berenang. Sudah lama sekali tidak berenang. Menyenangkan sekali. Airnya segar. Kukepak-kepakkan sirip. Kugoyang-goyang ekor. Asyik juga. Karena ini mimpi kuputuskan berenang sampai sore. Aku tidak perlu mengajar les seusai berjualan. Tidak perlu mengurusi anak-anak yang ditinggalkan ibunya. Masa bodoh. “Hei siapa, Kau?” Suara itu menghentikanku dari kegiatan berenang. Kulihat dari ujung b...