Ulasan Film Eksil: Apa arti Pulang Bagimu?

 

Judul Film: Eksil
Sutradara: Lola Amaria
Produser: Lola Amaria
Penulis: Lola Amaria, Gunawan Rahardja
Penyunting: Shalahuddin Siregar
Tahun Terbit: 2022, 2024
Durasi: 120 menit

Bagaimana rasanya seumur hidup mencari cara untuk pulang dan ketika pulang rumah itu menolak kedatanganmu?

Apa arti pulang bagiku? Apa arti rumah sebenarnya? Film karya Lola Amaria ini membuatku berpikir ulang tentang ini.

Secara keseluruhan film dokumenter ini memberi kabar terakhir nasib para eksil yang ada di berbagai negara. Mereka selalu ada. Dilupakan atau diingat pun mereka akan selalu ada.

Perubahan politik di tahun 1965 membuat warga negara Indonesia yang ada di negara tertentu tidak bisa lagi menginjak tanah kelahirannya.

Eksil berarti diasingkan atau dipaksa meninggalkan rumah, kampung halaman dan tanah airnya.

Disingkirkan, mati dan dilupakan. Apakah aku atau siapa pun akan mengalaminya? Mungkin ya, mungkin tidak. Tapi bagi Para Eksil itu adalah keniscayaan.

Tanah Air yang dicintainya sepenuh hati dan dirindukan tiap hari tidak membalasnya balik.

Film berdurasi dua jam ini menelusuri jejak-jejak warga tanah air yang 'terpaksa' ganti warga negara agar bisa hidup dengan tenang.

Tapi apalah arti tenang yang sesungguhnya karena kenangan buruk yang menimpa mereka akan selalu meneror sampai kapanpun.

Jangan turun layar dulu EKSIL!!
Itu hal yang kuteriakkan ketika selesai menonton film ini. Part paling nyes ketika lagu Indonesia Pusaka dilantunkan. Indonesia tanah air mereka tapi mereka tak bisa berlindung dan menutup mata di tanah airnya.  Ironis. Ga bisa berhenti nangis.

Ada kesunyian panjang yang datang setelah tangis sesegukanku reda.  Mengingat mereka yang melakukan apapun agar Indonesia tetap tumbuh subur di ingatan. Mulai dari menanam pohon pisang di flat sempit, menyediakan seluas-luasnya rumah untuk Mahasiswa Indonesia berteduh sampai mengcopy segala buku yang berbicara tentang Indonesia.

Beberapa dialog yang paling berkesan bagiku di film ini, yaitu:
1. "Ini jalan yang berat. Apakah kalian akan kuat? Bukan lama tetapi lama sekali."

2. "Pembunuh dihukum 20 tahun tapi hukuman kita lebih dari itu. Kita tidak buat apa apa. Kita tidak membunuh siapapun."

3. "Kekerasan menjadi memori kolektif bangsa indonesia. Yang ingin dilupakan tapi terus dibangkitkan. Trauma yang diwariskan kepada generasi yang bahkan tak mengalaminya."

Bagaimana? Tertarik menontonnya? Silakan, ya.
Blurb Eksil:
Di masa perang dingin tahun 1960-an, banyak peristiwa politik yang mengubah nasib banyak orang. Beberapa mahasiswa yang dikirim belajar oleh pemerintah Indonesia ke Uni Soviet (Rusia) dan Tiongkok akhirnya tak bisa pulang ke Indonesia setelah peristiwa 1965. Terdampar dan melintasi berbagai Negara dengan tanpa status, mencari negara yang mau menampung mereka.

Putus kontak dengan keluarga di Indonesia yang juga menjadi korban perubahan politik. Mereka dan kisah lainnya bercerita tentang keinginan untuk mencari jalan pulang yang tak pernah padam. Mereka mewakili ribuan orang yang senasib dan sudah berguguran dimana-mana.

Mereka adalah monumen kekerasan yang masih hidup, bertahan dan terwariskan. Monumen kekerasan itu diwariskan dalam bentuk ketakutan-ketakutan yang disimpan dalam benak, hati dan naluri dari generasi ke generasi.

Seperti rantai-rantai raksasa yang melilit tangan, kaki, dan pikiran generasi setelah mereka. Jika mereka mencari jalan pulang, generasi yang mencari jalan kebebasan. Bebas dari ketakutan.

Ucapan Terima kasih:
1.  Kak @lola.amaria yang tak lelah memperlihatkan mereka ke mata dunia. Ya, mereka ada! Selalu ada!
2. Kak @debiiduu yang mengumpulkan kami untuk menonton ini bersama
3. @lippoplazamedan yang menayangkan film ini
4. @susimanullang yang menemani aku menonton film ini sambil bilang "bisa bisanya film sejarah sedikit yang nonton."

Medan, 29 Februari 2024

Komentar

  1. Belum nonton. Dan belum dalam mood untuk nonton film2 ber-genre yang buat dada nyesek, terutama yang berhubungan dengan negeri endonesiah tercintah🥲.

    Tapi udah masuk daftar tunggu🙃

    BalasHapus
  2. Yang aku rasakan ketika nonton ini adalah kerinduan.
    Mereka di sana, selain was-was tentang nasib keluarga di tengah2 chaos, mereka pasti menyimpan rindu terdalam. Rindu keluarga, rindu rumah, rindu kampung halaman dan rindu kebebasan.
    Sampe2 mereka ada yang ngga merasa dekat dan sayang sama anak kandungnya...
    Sedih ya kak

    BalasHapus
  3. Aku belum sempat untuk nonton film ini karena lokasi tayangnya yang hanya di beberapa bioskop dan kebetulan agak jauh dari domisiliku. Tapi seriusan, film kaya gini buat aku makin penasaran dan lagi-lagi memang entah kenapa film yang berkaitan dengan sejarah pasti selalu sepi peminat.

    BalasHapus
  4. Aku ga jadi nonton kemarin. Pas sempat, film nya udah turun. Nunggu di Netflix lah. Makasih ulasannya, Sis.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menantu atau Mertua yang Menyebalkan?

Asus Vivobook Go 14 , Laptop Ekonomis Terbaik untuk Mahasiswa Produktif

Ulasan Film Bumi Manusia